Nama: Rizka
Fauzia
Nim:
PO7124012021
Tingkat: I-A
A.
CONTOH STUDI
KASUS MENGENAI ISSU ETIK MORAL :
Pada tanggal 13 november 2010 jam 07.00 WIB, Ny”X”
datang ke BPS Bidan “S” dengan keluhan perut kenceng-kenceng, mules-mules, serta
mengeluarkan darah segar pada jalan lahir. Setelah dilakukan pemeriksaan
ternyata Ny”X” sudah mengalami pembukaan 7 dan bagian terendah janin adalah
letak kepala. Bidan mendiagnosa bahwa Ny”X” mengalami plasenta previa. Segera
bidan melakukan pertolongan pertama pada Ny’X” dan bayinya. Lalu Bidan memberi
saran pada keluarga Ny”X” untuk merujuk Ny”X”. karena kondisi bahaya NY’X’.
Kelurga menyetujui, dan akhirnya segera Bidan merujuk Ny”x” dengan menggunakan
mobil Bidan. Diperjalanan Ny”X” mengalami pembukaan lengkap. sehingga mau tidak
mau bidan harus melakukan pertolongan persalinan untuk Ny”X” dalam mobil. beberapa
saat kemudian bayi Ny”X” dapat lahir tetapi Ny”X” mengalami HPP. Bidan sudah
melakukan pertolongan pada Ny”X” tapi Ny”X” tidak dapat diselamatkan. Keluarga
Ny”x” meminta pertanggung jawaban Bidan karena nyawa Ny”X” tidak bisa
diselamatkan. Keluarga Ny “X” menganggap Bidan tidak mempunyai keahlian di
dalam bidang kebidanan. Mendengar hal ini, warga disekitar BPS Bidan “S”
menuntut agar bidan “S”di pindahkan dari lingkungan mereka supaya tidak terjadi
hal yang sama untuk ke dua kalinya. para warga tersebut sudah tidak mempunyai
kepercayaan lagi pada bidan “S” untuk menolong persalinan. Dan pada
akhirnya kasus ini di bawa ke meja hijau oleh keluarga Ny ”X”. Pada kasus ini,
kesalahan tidak sepenuhnya terletak pada Bidan “S” karena Bidan telah
memberikan pertolongan semaksimal mungkin pada Ny”X” dan bayinya. Keluarga
Ny”x” pun tidak terlalu tanggap dengan keadaan Ny”x”. Mereka telat membawa
Ny”x” untuk ke BPS.
B.
CONTOH STUDI
KASUS MENGENAI DILEMA MORAL:
Seorang ibu
primipara masuk kamar bersalin dalam keadaan inpartu. Sewaktu dilakukan
anamnese dia menyatakan tidak mau di episiotomi. Ternyata selama kala II
kemajuan kala II berlangsung lambat, perineum masih tebal dan kaku. Keadaan ini
di jelaskan kepada ibu oleh bidan, tetapi ibu tetap pada pendiriannya menolak
di episiotomi. Sementara waktu berjalan terus dan denyut jatung janin
menunjukan keadaan fetal distres dan hal ini mengharuskan bidan untuk melakukan
tindakan episiotomi, tetapi ibu tetap tidak menyetujuinya. Bidan berharap
bayinya selamat, sementara itu ada bidan yang memberitahukan bahwa dia pernah
melakukan hal ini tanpa persetujuan pasien, maka bidan akan di hadapkan pada
suatu tuntutan dari pasien. Sehingga ini merupakan gambaran dari dilema moral.
Bila bidan melakukan tindakan tanpa persetujuan pasien, bagaimana ditinjau dari
segi etik dan moral. Bila tidak dilakukan tindakan, apa yang akan terjadi pada
bayinya?
C.
CONTOH STUDI
KASUS MENGENAI KONFLIK MORAL :
Kasus 1
Ada seorang bidan yang berpraktik mandiri di rumah. Ada seorang pasien
inpartu datang ke tempat praktiknya. Status obstetrik pasien adalah G1P0A0.
Hasil pemeriksaan penapisan awal menunjukan persentasi bokong dengan tafsiran
berat janin 3900 gram, dengan kesejahteraan janin dan ibu baik. Maka bidan
tersebut menganjurkan dan memberi konseling pada pasien mengenai kasusnya dan
untuk dilakukan tindakan rujukan. Namun pasien dan keluarganya bersikukuh
untuk tetap melahirkan di bidan tersebut, karena pertimbangan biaya dan
kesulitan lainnya. Melihat kasus ini maka bidan dihadapkan pada konflik
moral yang bertentangan dengan prinsip moral dan otonomi maupun kewenangan pada
kebidanan. Bahwa sesuai Kepmenkes Republik Indonesia 900/menkes/sk/VII/2002
tentang registrasi dan praktik bidan. Bidan tidak berwenang memberikan
pertolongan persalinan pada primigravida dengan persentasi bokong di sisi lain
ada prinsip nilai moral dan kemanusiaan yang dihadapi pasien. Yaitu
ketidakmampuan secara sosial ekonomi dan kesulitan yang lain, maka bagaimana
seorang bidan mengambil keputusan yang terbaik terhadap konflik moral yang
dihadapi dalam pelayanan kebidanan.
Kasus 2
Di sebuah desa terpencil seorang ibu
mengalami pendarahan postpartum setelah melahirkan bayinya yang pertama di
rumah. Ibu tersebut menolak untuk diberikan suntikkan uterotonika. Bila
ditinjau dari hak pasien atas keputusan yang menyangkut dirinya maka bidan bisa
saja tidak memberikan suntikkan karena kemauan pasien. Tetapi bidan akan
berhadapan dengan masalah yang lebih rumit bila terjadi pendarahan hebat dan
harus diupayakan pertolongan untuk merujuk pasien, dan yang lebih patal lagi
bila pasien akhirnya meninggal karena pendarahan. Dalam hal ini bisa dikatakan
tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. Walapun bidan harus memaksa pasiennya
untuk disuntik Mungkin itulah keputusan yang terbaik yang harus ia lakukan
(dentology).
PENYELESAIAN
MASALAH ISSU, DILEMA DAN KONFLIK MORAL:
Issu:
Para
Filsuf telah mencoba mengembangkan lima pendekatan berbeda dalam hubungan
dengan penyelesaian isu-isu moral
1.
Pendekatan Utilitarian
2. Pendekatan Hak dan Kehendak Bebas
3.
Pendekatan Keadilan
4.
Pendekatan Kepentingan
Bersama
5. Pendekatan Kebaikan/Kebajikan
Kelima pendekatan di atas menyarankan bahwa pada saat
kita diperhadapkan dengan fakta yang diidentifikasi menjadi masalah moral, kita
harus menanyakan lima hal dalam diri sebelum mencoba untuk memecahkan masalah
itu.
Tentu saja, metode ini tidak menjadi solusi otomatis
bagi masalah-masalah moral. Kemampuan mengidentifikasi hal-hal penting,
kemudian mengkritisinya, itulah yang disebut sebagai “Berpikir secara etis”. Kita harus tetap membuka mata dan telinga,
hati dan pikiran terhadap semua hal yang terjadi di sekeliling kita, agar tetap
peka dengan kenyataan dan dapat memberikan kontribusi yang positif baik bagi
pribadi maupun masyarakat.
Dilema:
- Empat tingkatan kerja pertimbangan moral dalam pengambilan keputusan ketika menghadapi dilema etik :
o
Tingkatan I
Keputusan
dan tindakan : Bidan merefleksikan pada pengalaman atau pengalaman
rekan kerja.
o
Tingkat II
Peraturan :
berdasarkan kaidah kejujuran ( berkata benar ), privasi , kerahasiaan dan
kesetiaan ( menepati janji ). Bidan sangat familiar, tidak meninggalkan kode
etik dan panduan praktek profesi.
o
Tingkat III
Ada 4
prinsip etik yang digunakan dalam perawatan praktek kebidanan :
1. Antonomy,
memperhatikan penguasaan diri, hak kebebasan dan pilihan individu.
2. Beneticence,
memperhatikan peningkatan kesejahteraan klien, selain itu berbuat terbaik untuk
orang lain.
3. Non
maleticence, tidak melakukan tindakan yang menimbulkan penderitaan apapun
kerugian pada orang lain.
4. Justice,
memperhatikan keadilan, pemerataan beban dan keuntungan. ( Beaucamo &
Childrens 1989 dan Richard, 1997)
o
Tingkat IV
Teori
pengambilan keputusan yaitu:
1. teori utilitarisme
Teori
utilitarisme mengutamakan adanya konsekuensi kepercayaan adanya kegunaan.
Dipercaya bahwa semua manusia mempunyai perasaan menyenangkan dan perasaan
sakit. Ketika keputusan dibuat seharusnya memaksimalkan kesenangan dan
meminimalkan ketidaksenangan. Prinsip umum dari utilitarisme adalah didasarkan
bahwa tindakan moral menghasilkan kebahagiaan yang besar bila menghasilkan
jumlah atau angka yang besar .
2. teori deontology
Menurut Immanuel Kant: sesuatu dikatakan baik dalam arti
sesungguhnya adalah kehendak yang baik, kesehatan, kekayaan, kepandaian adalah
baik. Jika digunakan dengan baik oleh kehendak manusia, tetapi jika digunakan
dengan kehendak yang jahat akan menjadi jelek sekali. Kehendak menjadi baik
jika bertindak karena kewajiban . Kalau seseorang bertindak karena motif
tertentu atau keinginan tertentu berarti disebut tindakan yang tidak baik.
Bertindak sesuai kewajiban disebut legalitas.
3. teori hedonisme
Menurut Aristippos (433-355 SM) sesuai kodratnya setiap manusia
mencari kesenangan dan menghindari ketidaksenangan. Akan tetapi, ada batas
untuk mencari kesenangan. Hal yang penting adalah menggunakan kesenangan dengan
baik dan tidak terbawa oleh kesenangan
4. teori eudemonisme
Menurut Aristippos (433-355 SM) sesuai kodratnya setiap manusia
mencari kesenangan dan menghindari ketidaksenangan. Akan tetapi, ada batas
untuk mencari kesenangan. Hal yang penting adalah menggunakan kesenangan dengan
baik dan tidak terbawa oleh kesenangan
- Bidan ada dalam posisi baik yaitu memfasilitasi pilihan klien dan membutuhkan peningkatan pengetahuan tentang etika untuk menetapkan dalam strategi praktik kebidanan.
Konflik:
- Memberi informasi yang lengkap pada ibu, informasi yang jujur, tidak bias dan dapat dipahami oleh ibu, menggunakan alternatif media ataupun yang lain, sebaiknya tatap muka.
- Bidan dan tenaga kesehatan lain perlu belajar untuk membantu ibu menggunakan haknya dan menerima tanggungjawab keputusan yang diambil.
- Hal ini dapat diterima secara etika dan menjamin bahwa tenaga kesehatan sudah memberikan asuhan yang terbaik dan memastikan ibu sudah diberikan informsi yang lengkap tentang dampak dari keputusan mereka.
- Menjaga fokus asuhan pada ibu dan evidence based, diharapkan konflik dapat ditekan serendah mungkin.
- Tidak perlu takut akan konflik tetapi mengganggapnya sebagai suatu kesempatan untuk saling memberi dan mungkin suatu penilaian ulang yang obyektif bermitra dengan wanita dari sistem asuhan dan tekanan positif pada perubahan.
semoga bermanfaat